Wednesday, January 03, 2007

Idul Adha & Tahun Baru 2007 (Catatan kelam di Hari Akbar)

Senja makin memerah dan langit makin gelap tak tampak ada hawa yang begitu bersahabat, entah seakan malam ini terasa begitu dingin mencekam. Tak ada suara matahari melintas untuk setidaknya menyampaikan salam perpisahannya. Aku duduk termenung dan tak mengapa. Di rumah yang akan aku tinggalkan ini aku sudah menorehkan berjuta kenangan yang kalau kuceritakan pasti takkan habis, paling tidak selama lebih kurang dua tahun, rumah ini sudah memakan dua handphoneku sebagai korban. Ya, aku kehilangan hp di rumah ini sampai dua kali. Kalau kukenang, ada tawa yang bercampur haru di sana. Tapi sudahlah, itu akan segera menjadi kenangan. Dan sebagai manusia aku rela untuk terus berjalan bukan hanya diam terpaku dan selalu mengingat kenangan itu. Aku punya kisah menarik tentang hari-hariku.

Kamis, 28 desember 2006
Hari ini aku mengundang banyak teman-temanku untuk ikut memindahkan barang-barang dari rumahku ke rumah yang akan kutempati. Hampir semua barang kini sudah siap diangkut dan dipindahkan. Dan tak lama mobil yang rencananya mengangkut barang itupun datang. Namun tanpa diduga dan tanpa disangka di saat yang sama dan di waktu itu pulalah anak tuan rumah yang selama ini selalu mencari gara-gara datang dan melarang kita untuk pindah sebelum kami membayar kerusakan-kerusakan rumahnya dengan harga yang tidak wajar. Setelah ia menghitung semua kerusakan, ia meminta kami uang sebesar LE 2500 (4 juta rupiah. red). Kalau tidak dibayar tak seorangpun dari kami boleh keluar dari rumah itu.
Tak ada cara untuk berdialaog dengan anak tuan rumah – untuk selanjutnya dipanggil Syarif – , karena selain memang dia bukanlah orang yang berpendidikan dia juga pemabuk, mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan setengah gila. Sehingga ngotot bagaimana juga tidak akan selesai. Akhirnya kita berusaha memikirkan bersama jalan keluar agar kita bisa menyelesaikan permasalahan ini dengan baik-baik. Aku dan tujuh teman yang lainnya berusaha setenang mungkin berfikir mencari solusi. Tapi di tengah-tengah itu, tiba-tiba aku melihat Syarif mengambil pisau di dapur dan menaruhnya di saku belakang celananya. Spontan, pikiran kami buyar dan pikiran kami makin kalut dan buntu. Kami memilih untuk menghubungi salah satu senior karena hati sudah sangat kalut.
Setelah pihak senior memikirkan hal tersebut mereka memilih untuk menghubungi pihak kepolisian Mesir dan menangkap Syarif untuk kemudian diproses. Karena ia telah melakukan menyandraan dan mambawa benda tajam. Semula semua yang ada di sekitar sana merasa kesal karena pihak polisi tak kunjung datang, “di Mesir nunggu polisi sama dengan nunggu tukang listrik”. Keluh salah satu teman yang ada di dalam rumah.
Namun tak lama kemudian, dua intel datang dan menyergap Syarif dalam proses yang begitu singkat dan membawanya ke kantor polisi terdekat. Sesampainya di kantor polisi Syarif memohon maaf dan berjanji tidak akan meminta uang sepeserpun dari kami. Semula aku dan para senior tak memberikan sedikitpun kata maaf baginya. Namun lama-kelamaan naluri kemanusiaan kami luluh dan tak sanggup untuk menjatuhkan hukuman penjara padanya. “Ma’alisy ya fakhruddin, bukroh yoom ‘id we ana kan di sign, musy enta akhuya” (Maaf Fakhruddin, kamukan saudaraku, besok idul adha masak aku merayakannya di penjaga, red) itu kalimat yang ia ucapakan yang paling membuat hati salah satu senoir luluh. Setelah melalu proses yang lama, akhirnya kami memutuskan untuk membebaskannya dengan syarat.

Jum’at, 29 desember 2006
Hari ini aku bangun cukup siang, setelah semalaman sampai jam 02.00 dini hari berada di kantor polisi. Badan masih terasa letih, hati masih belum begitu tenang, karena trauma yang begitu membuat aku begitu panik. Seumur hidup aku tak pernah sepanik tadi malam. Tapi, bagiku itu adalah bagian dari kisah Tuhan yang bisa kujadikan pelajaran di kemudian hari. Pindah rumah yang semula direncanakan tadi malam, kita tunda sampai saat ini.
Kini kami sudah berada di rumah yang baru dan merapikan semua perabot dan menata rumah serapi mungkin, tak terasa kita kita selesai bersih-bersih dan rapi-rapi sampai jam 03.00 dini hari. Berarti dua malam ini aku sudah begitu lelah dan memakan banyak tenaga. Padahal besok pagi ada Sholat Idul Adha berjamaah di KBRI. Namun aku ragu kalau aku kuat untuk pergi ke KBRI yang lokasinya cukup jauh dari rumahku.
Aku tak memikirkan apa yang akan kulakukan besok, yang jelas sekarang aku ingin merebahkan tubuhku di bawah selimut tebalku dan memejamkan mataku sembari berharap mendapatkan mimpi yang indah sebagai penghibur laraku.

Sabtu, 30 desember 2006
Hari ini aku melewati pagi dengan biasa-biasa saja. Tak ada yang istimewa di hari idul adha ini, selain karena badan yang begitu letih hari ini aku lewati di rumah baru yang masih tak lengkap perabot dan bahan dapurnya. Bahkan sendokpun tak ada, aku mau berkreasi di dapurpun tak bisa. Mau makan di warung, tak satupun warung yang buka. Akhirnya kami serumahpun kelaparan di hari Idul Adha tahun ini.

Ahad, 31 desember 2006
Malam tahun baru yang membosankan, sama seperti kemarin, semua serba biasa. Bahkan kami serumah menghabiskan malam tahun baru dengan main pokker. Mau merayakan tahun baru di sungai Nil, tapi udara dingin di luar diiringi rintik hujan membuat langkah sedikit berat dan tak mau beranjak dari selimut.

Senin. 01 Januari 2006
Tahun baru sudah datang, lembaran baru sudah mulai kubuka. Kenangan kelam 2006 kukubur untuk kujadikan pelajaran. Kenangan indah 2006 kubiarkan menghiasi hari-hariku di tahun ini. Namun tak kubiarkan kenangan indah itu menjadikanku terlena dan merasa cukup dengan apa yang kudapat. Aku hanya berharap harapan-harapanku yang pupus di tahun 2006 bisa kuraih di tahun yang baru ini. Cinta dan kasih sayang lekaslah berlabuh untuk setidaknya menyapaku.
Sate-sate kambing membuka lembaran baru tahun ini. NU Mesir merayakan perpindahan rumah, idul adha dan tahun baru dengan nyate bareng. Ratusan teman-teman yang datang membuat tangisku pudar, membuat senyum kembali terukir. Dan kuberharap agar mimpi yang sempat dari tanganku kembali kuraih dan untuk kemudian kupeluk erat-erat agar tak lepas dari genggamanku.

Selengkapnya...