Thursday, December 07, 2006

Salam Perpisahan (Semoga Hanya untuk Sesaat)

Gelap pagi ini, tidak begitu cerah bahkan hampir tak ada cahaya yang sedikit sinariku sebagai sambutan atas senyum pagi ini. Kemudian aku menarik hati cinta yang tak terbalas. Aku masih memikirkan tentang arti yang begitu sulit untuk diterjemah. Sedikitpun tak dapat kumengerti, atau mungkin aku yang terlalu bodoh hanya untuk mengartikan hal-hal semacam itu. Lagi-lagi aku terperangkap oleh jebakan yang kubuat sendiri, aku menangis karena skenario yang kugarap sendiri. Karena itu akhirnya tak berkepanjangan dengan sedih yang kulalui.

Sudah, semua kuanggap sudah berlalu, tak ada yang istimewa dari kisah terbaruku. Kini aku ingin sendiri. Aku ingin tak ada yang menggangguku, aku ingin tak ada seorangpun yang usik hari-hariku. Bahkan urat nadipun kini menjauh. Bahkan nafas tak berani lagi mendekatiku. Aku ingin mati sejenak, tak ada lagi yang kubutuhkan selain senyum manis gadis utusan surga yang dijelmakan dalam paras yang biasa. Kendati uraian itu sudah sering kuungkap namun lari sakit itu terus mengejarku.
"Tuhan, kalau hujan bisa turun basahi bumi pagi ini, aku yang akan menyambutnya pertama kali, hatiku kini begitu kering tak ada yang mampu basahinya kecuali engkau Tuhan!"
"Aku kini sendiri, aku hanya ingin ditemani air langit yang – mungkin – bisa sejukkan gairah hatiku, semerbak bunga surgawi mungkin akan mengubah aroma hatiku."
"Kumohon Tuhan, turunkan hujan itu sebagai pengiring langkah-langkahku kepada-Mu, lambat atau cepat, kapanpun aku siap. Tak ada yang kutakut bahkan neraka sekalipun. Aku sudah sadar tak ada yang bisa menyelamatkanku dari api panas itu, tak ada yang bisa antarku menuju surgamu."
"Namun setidaknya sisakan buatku sedikit aroma surga yang pernah engkau janjikan Tuhan."
Aku tak tahu mengapa tiba-tiba aku menuliskan ungkapan yang mengalir begitu saja dan datangnya tiba-tiba. Semoga itu bukan pertanda bahwa nyawaku akan hilang, aroma alam lain sudah semakin dekat. Dan ...........
Aku terbangun dari mimpi burukku, tentang cinta, hidup dan pengorbanan. Selama ini aku selalu memikirkan hal yang tak pernah menguntungkan bagiku, selama ini aku hanya memikirkan seseorang yang tak pernah memikirkanku. Lalu untuk apa aku menghabiskan waktuku hanya untuk tanah yang bisu?
Sudah datang masanya aku membalikkan wajah dan berpaling pada hal yang lebih berarti dalam hidup ini, dengannya yang akan menemaniku selamanya dengan canda tawa ria gembira tanpa tangis yang membasahi pipi. Hanya bahagia yang tak pernah tertuliskan, sehingga tak ada lagi tulisan seperti ini.
Dan tentang lariku, aku ingin sejenak menjauh dari apapun yang selalu gangguku. Izinkan aku untuk sendiri sampai datang masanya aku akan datang lagi....!!!

Selengkapnya...

Dua Hati (Kado Poligami Aa Gym)


Dua hati
Tak selamanya menderita
Saat purnama yang kelam dipaksa hadir
Saat itu pula deru tangis menyapa
Seiring langkah yang tak pernah pasti
Mata menerawang dan meneliti

Dua hati
Bukan tak mungkin dua hati itu harus menyatu
Dan saling berbagi
Dalam segala kondisi
Bukan malah saling memecah

Dua hati
Terkadang yang sulit
Adalah menjadikan dua hati itu satu
Bukan tidak mungkin
Namun butuh waktu yang lama

Lalu
Kalau
Menyatukan
Dua hati saja sulit
Bagiamana dengan
Tiga hati?

Selengkapnya...

Tuesday, November 28, 2006

Aku dan Arti Sebuah Persahabatan (Bagian I)


Hari ini secara tiba-tiba aku mengingat kembali masa laluku dengan seorang teman bernama Asrori. Dia sahabat karibku selama 6 tahun aku di pondok pesantren Mamba'us Sholihin. Banyak memori yang tak akan pernah bisa aku lupakan begitu saja. Tentang waktu yang terlewatkan, tentang kisah yang tak terhingga manisnya, hingga tangis yang tak jarang teruntai.

Hari ini aku mengingatnya kembali saat aku merasa selama 2 tahun aku di Mesir aku belum menemukan 'Asrori' baru yang bisa saling mengisi dalam kekosongan, bisa kujadikan luapan curahan kegundahanku.
Namun bukan itu yang ingin aku ceritakan di sini. Ada satu kisah menarik yang tiba-tiba membuatku mengenangnya kembali. Saat dia mengenal gadis manis yang bernama Isti (bukan nama asli), gadis yang begitu cantik dan mempesona. Tak heran jika Asrori begitu mendambanya, senyum lugunya membuat setiap mata yang memandangnya pasti terpana. Dengan berbagai cara akhirnya datanglah masa di mana Asrori benar-benar memiliki dan menjaga hati bidadari itu. Asrori menjalani kisah cintanya dengan begitu mesra, penuh senyum dan dilindungi kebahagiaan yang mendalam.
Suatu hari Asrori dan Isti mengajakku makan di sebuah restoran besar di Surabaya dalam rangka ulang tahun Isti yang ke-17. Kami duduk bertiga, bisa dikatakan ini adalah kali pertama aku bertemu dan memiliki kesempatan untuk berbicara banyak dengan Isti. Selama ini aku hanya mengenalnya dari cerita Asrori yang bilang dia itu begitulah dia itu beginilah. Tak ada yang cacat dari bidadari itu katanya. Rasa penasaran dalam hati membuat aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini begitu saja.
Aku memulai pertemuan ini dengan mengamati kedua mata Isti yang – menurutku – tidak begitu istimewa seperti yang diceritakan Asrori. Dan kubuka pembicaraan dengan menyodorkan sebuah kado ulang tahun untuk Isti sembari kuucapkan "Selamat ulang tahun ya, moga panjang umur." Ia menjawab dengan senyum manis lalu kami duduk.
Sekali lagi aku tatap matanya yang penuh keluguan yang sama sekali tak menarik bagiku, dalam hati terus bergumam "Apa ya yang dibanggakan Asrori hingga ia begitu cinta pada gadis kecil yang menurutku biasa-biasa saja." Pertanyaan itu begitu menggangguku sampai-sampai aku tak begitu menikmati pembicaraan di antara aku, Asrori dan Isti. Sampai pada akhirnya dengan tanpa sengaja aku sekedar bercanda dan nyeletuk bertanya "Kalau suatu saat Asrori jatuh cinta pada gadis lain bagaimana?" di luar dugaan ternyata jawabannya adalah air mata, Isti menangis membuatku kalang kabut dan kusambung pertanyaanku dengan ucapan "Aku cuma bercanda kok Is" namun tangis itu tak berhenti dan malah membuat Isti lari meninggalkan restoran begitu saja, raut wajah Asroripun tak begitu bersahabat dan menyusul Isti yang lari – cukup – kencang.
Malam itu juga, tepat pukul 1 dini hari aku yang sudah lumayan ngantuk terbaring di atas kasur tipisku kaget ketika tiba-tiba Asrori datang ke kamarku dengan wajah yang memerah ditambah bentakkannya yang selama 6 tahun aku mengenalnya belum pernah kutemui.
"Apa maksud ucapanmu tadi Don?" spontan aku terbangun dari baringku dan membalas pertanyaan itu dengan sedikit senyum mengejek,
"Ada yang salah As dari ucapanku tadi, perasaan aku biasa-biasa aja. Niatku juga bercanda." Sejenak hening menghantui aku dan Asrori. Namun tak kuduga Asrori menjawab dengan nada yang makin tinggi.
"Kamu harusnya ngerti dong siapa yang kamu ajak bicara, dia itu nggak bisa diajak becanda, dia tuh orangnya sensitif!!" sentakan itu dengan cepat kujawab
"Aku nggak tahu bagaimana kamu ajari dia untuk berkomunikasi, harusnya kamu ajarkan dia kosakata bercanda," sahutku.
"Maksudmu?"
"Biar dia mengerti kalau dalam hidup ini ada saatnya kita tertawa bersama, bukan hanya menangis bersama. Aku tak ingin persahabatan kita hanya rusak karena gadis yang kelewat sensitif. Aku rasa semua cewek juga sensitif tapi nggak ada yang seperti Isti. Dan asal kamu tahu kalimat yang sama sudah sering kulontarkan kepada banyak gadis dan balasannya adalah senyum bukan tangis." Asrori hanya terdiam tak menjawab
"Untuk selanjutnya terserah kamu As, kalau kamu masih menganggap omonganku silahkan, kalaupun tidak tak apa, aku rela. Aku capek, aku ingin istirahat!" pungkasku begitu saja.
"...bersambung..."

Selengkapnya...

Saturday, November 11, 2006

Permintaan Sahabatku....

Sahabat baikku berkata kalau kau mendengarkan lagu ini, ingatlah aku.... aku juga tak tahu apa maksudnya, yang jelas ia adalah sahabat terbaikku saat ini. Yang kusuka darinya adalah gaya dia berkomunikasi tak pernah membuat aku jenuh untuk selalu di dekatnya.....

Inilah lirik lagu itu ...


(Ruang Rindu)
di daun yang ikut mengalir lembut
terbawa sampai ke ujung mata
dan aku mulai takut terbawa cinta
menghirup rindu yang sesakkan dada
jalanku hampa dan kusentuh dia
terasa hangat oh didalam hati
kupegang erat dan kuhalangi waktu
tak urung jua kulihatnya pergi
tak pnah kuragu dan slalu kuingat
kerlingan matamu dan sentuhan hangat
ku saat itu mencari makna
tumbuhkan rasa yg sesakkan dada
*kau datang dan pergi oh begitu saja
smua kutrima apa adanya
mata terpejam dan hati menggumam
di ruang rindu kita bertemu
* bertemu
Bantu aku untuk memaknai apa maksud permintaannya....!!!

Selengkapnya...

Tuesday, November 07, 2006

"Selamat Datang Musim Dingin"

Udara di luar rumah begitu dingin, anginnya membuat irama-irama kencang dengan menghantam jendela kamarku, seakan memaksa masuk untuk ikut membangunkanku dari tidur lelap. Aku terjaga tepat pukul 06.15 pagi, suasana masih cukup gelap. Tak ada yang mendorongku untuk bergegas bangkit dari selimut tebalku. Aku hanya melihat sejenak layar ponselku dan memperhatikan apakah ada SMS buat aku di pagi buta ini. Ternyata tidak! Kutaruh lagi ponsel itu dan kupejamkan kembali mataku. Udara dingin pagi ini benar-benar membuat tulang sum-sumkupun harus mengenakan selimut tebal. "Musim dingin sudah tiba!" batinku.

Ya, musim dingin tahun ini sudah benar-benar tiba. Ini adalah musim dingin ketiga selama aku berada di Kairo. Sehingga seakan kulit dan tulangku sudah tak asing lagi dengan udara itu. Musim dingin pertama, kulewati di daerah pelosok namun sangat asri, Tajammu' Khomis namanya, terletak di kawasan New Cairo, sekitar 20 km dari kawasan di mana orang Indonesia banyak berdomisili. Kalau aku uraikan tentang kawasan itu, maka tak akan selesai kuceritakan keindahan tempat itu dengan berbagai macam kenangannya. Namun, yang ingin kuceritakan dan kubicarakan adalah tentang musim dingin saat ini bukan tentang Tajammu' Khomis.
Sudah banyak mahasiswa baru yang berbondong-bondong datang di Kota besar nan kumuh ini. Maka, tentu hawa dan udara seperti ini adalah asing bagi mereka. Jangankan mahasiswa baru, yang sudah bertahun-tahun di sini saja kadang mengeluh dengan udara yang sangat-sangat tidak bersahabat dengan kulit kita ini, kulit Indonesia. Banyak fenomena yang kita temukan saat musim dingin datang, suasana malas akan melanda kita. Seakan tidur adalah solusi dan satu-satunya pekerjaan yang paling tepat dikerjakan sepanjang musim dingin. Bukan hanya itu, tanpa kita sadari musim dingin akan membawa pengaruh yang besar bagi penambahan berat badan kita. Maka, bukan hanya tidur satu-satunya pekerjaan yang dikerjakan selama musim dingin, tapi makan. Sehingga kesimpulannya adalah tidur-bangun-makan-tidur-bangun-makan dan begitu seterusnya.
Lalu, apakah benar bahwa musim dingin adalah sebab itu semua? Tentu tidak, itu hanya alasan mereka yang memanfatkan kedatangan musim dingin untuk kemudian dijadikan penguat alasan mereka yang malas untuk bergerak. Kalau musim dingin adalah sebab orang tidak berbuat, maka Jepang dan negara-negara yang begitu dingin suhunya akan sepi dari aktifitas karena memang harinya tidak pernah terasa hangat. Dan sesungguhnya, dalam sebuah pekerjaan apapun dan kapanpun yang sulit adalah bagaimana kita memulai.
Dan kini aku berusaha bangkit dari selimut untuk sekedar memulai, meski sulit aku paksa. Aku memulai untuk pergi ke kampusku, dan memulai untuk menjadikan ruang kuliahku sebagai selimut siangku. Meski sulit aku paksa, karena kuyakin esok tak sesulit hari ini. Aku yakin.

Selengkapnya...

Tuesday, October 31, 2006

Maaf Aku Selingkuh

Malam ini, aku yang termenung meratapi sisa-sisa kekalahan AC Milan ketika menjamu saudara sekotanya inter milan dengan skor yang mengerikan 3-4. Berusaha bangkit dan beranjak untuk mencari hiburan lain. Mendengar kalau Barcelona akan menjadi tuan rumah dan menjamu Chelsea, maka aku sesegera mungkin bangkit untuk menyaksikan pertandingan itu.

Udara malam ini tidak terlalu dingin, padahal aku sudah mengenakan kostum musim dingin (salah kostum kata temanku) aku salah perkiraan, karena malam sebelumnya begitu dingin. Di kawasan Madrasah aku turun dari angkot untuk menuju sebuah kafe kecil namun cukup nyaman. Fasilitasnya tak kalah dengan kafe-kafe besar dengan harga yang bersahabat.
Namun, bukan itu inti cerita. Yang jelas kini di televisi berukuran 21 inci di depanku sedang bertanding dua klub raksasa di benua Eropa Barcelona vs Chelsea. Pertandingan baru berlangsung 3 menit Deco sudah menusuk dan membuat jala Chelsea harus bergetar. Hati sudah berdebar, padahal aku tak begitu suka dengan Chelsea, "cinta mungkin" gumam hatiku.
Pertandingan begitu seru, sampai akhirnya 90 menit sudah pertandingan berlangsung, sedang kedudukan 2-1 untuk Barcelona. Namun masih ada sisa 6 menit injurytime. Hati terus bergetar, karena seakan tak rela kalau Chelsea harus kalah dari Barcelona. Dan ternyata, getaran hatiku membuat gawang Valdes ikut bergetar setelah kaki Drogba memaksa bola bersarang di gawang Barcelona. tepatnya menit 93 aku berteriak bahagia dan memanggap kalau Chelsea telah cukup mengobati luka hatiku pada AC Milan dan bergumam dalam hatiku "Maaf Milan, aku selingkuh."

Selengkapnya...

Puisi Biasa 15: Catatan Lima Belas Agustus 2005

CATATAN LIMA BELAS AGUSTUS 2005

kutorehkan tinta kebahagiaan itu

dalam lembaran kenangan

baru saja rasa menjadi debu

ketika sinar mentari itu menyilaukan mataku


sejenak aku terhenti tak percaya

mungkin ini adalah kado spesial

yang terindah yang kudapat dari

penguasa dunia

maka

izinkan hambamu berucap syukur

berucap terima kasih

atas cinta yang tak pernah menghilang dari lubuk hatiku

Kairo, 15-08-2005 (pengumuman kenaikan)





Selengkapnya...

SEMUA TENTANG KITA


Ya, kadang kalau hidup selalu kita artikan sebagai ajang untuk tunduk pada Tuhan bukanlah satu kesalahan dalam berpendapat. Namun alangkah indahnya jika hidup lebih dari itu. Mencari arti cinta, memaknainya walaupun pada akhirnya nanti kita akan tersandung batu 'kekalahan'. Entah itu 'kekalahan' sebelum kita merasakannya atau bahkan 'kekalahan' setelah kita mencicipi cinta itu.

Ya, Arif Romadhon adalah nama asliku, ketika aku terlahir dahulu tepat 7 Mei 1987 aku menangis sedih. Mengapa aku harus tercipta ke dunia ini. Karena pasti aku akan bertemu dengan yang namanya cinta. Dan aku takut menemuinya, aku takut.
Ketika tubuhku membesar, meninggi, dan menjadi makhluk yang layak untuk dipandang. Aku teringat ketika aku terlahir 18 tahun yang lalu, aku dulu digendong oleh mamaku Hj. Nurus Shofah. Papaku H. Abdul Karim lari sana lari sini mencarikan aku uang. Sedang Kakak perempuanku Lily Maisyaroh berusaha membantu Mamaku menghentikan tangisanku. Kakak Laki-lakiku Agus Khoirul Huda membelikan bubur untukku. Sedang aku hanya bisa menangis. Dan kini aku berjuang demi mereka. Aku yakin tak akan mampu aku membalas budi mereka. Tapi minimal aku akan membuat mereka tersenyum bahagia jika melihatku sukses.
Dunia tulis menulis adalah duniaku, apalagi sastra. Sesuatu yang terjadi hari ini tak pernah kubiarkan berlalu begitu saja, semua aku abadikan dalam puisiku, dalam cerpenku, bahkan dalam novelku. Aku biarkan puisi, cerpen dan novel itu menjadi kenangan di hari tuaku kelak.
Kubiarkan jariku menari di ujung pena bersama tinta-tinta emasku. Dan semoga Blog ini bisa anda nikmati sebagai persembahan buat nama-nama yang ada dalam hatiku. SELALU!


Salamku untuk semua temen-temenku, semua yang pernah singgah dalam sanubari. Untuk Bapak Mamaku di Balikpapan, tunggu anakmu pulang. Semoga anakmu ini pulang dengan kesuksesan. Menjelmakan air matamu menjadi air mata haru, air mata bahagia, bukan air mata karena kecewa.

Buat siapa saja yang pernah singgah dalam hati, terima kasih kau telah warnai hidupku, kau buat senyumku terus terukir dalam hamparan padang pasir kesyahduan. Senyum itu kau sulap menjadi air mata. Tangis itu kau ubah menjadi tawa dalam lukisan ilahi.

Kepada sahabat-sahabat mamba'us sholihin, semua Kafi, Kafa, Sonif, Hasan, dan semua temen-temen mambas di Jogja, Malang, Jakarta, Surabaya dan di manapun kalian berada sukses selalu. Jangan pernah lupakan kenangan bersama yang pernah kita ukir bersama.

Jadikan kenangan adalah cermin untuk masa depan kita nanti. Dan goreskan tinta emasmu untukku dalam lubuk hatimu, sahabatku!




Selengkapnya...

Sunday, October 29, 2006

Hari ini dan Esok

Memaknai hal yang paling berharga memang susah, apalagi dalam keadaan yang dilematis. Kepedihan dan tangis air mata menjadi pelajaran yang berharga dalam berbagai hal. Dari air mata kita bisa mengenal bahwa mencari arti senyum ternyata tak mudah apalagi yang tulus. Bukan hanya itu, arti bahagia hanya akan kita temukan ketika perih dan sakit pernah singgah dalam hati. Bukan hal yang sulit namun bukan hal yang mudah tentunya.

Sedang kita tidak pernah mengerti apa yang akan terjadi besok, lusa dan seterusnya. Yang kita ketahui cuma keberadaan kita saat ini. Bahkan kita belum pernah membayangkan apa yang akan terjadi dua menit lagi, kalau kita sudah punya bayangan belum tentu itu terjadi. Yang terpenting adalah bagaimana dunia bisa berubah menjadi cerah, cahayanya menerangi alam. Kedua matanya memandang dan bibir manisnya tersenyum bahagia. Sembari berucap, bahwa cinta tak harus dipaksa. Akan datang masanya, cinta itu datang dengan sendirinya tanpa berucap tanpa mengeluarkan kata-kata. Hanya hati yang tahu.

Selengkapnya...

Wajah Baru (Indahnya Sebuah Perjalanan)


Dalam hening malam, dingin, menggigil. Cekaman udara itu cukup mengganggu otakku. Hilir kendaraan di luar rumahku sudah mulai tak kudengar, suaranya makin mengecil. Waktu itu pukul 23.50 WK, aku berjalan ke arah rumah temanku, Luthfi namanya. Dia lebih tahu banyak dalam hal blogspot. Maka, tak ada salahnya kucuri sedikit ilmu darinya. Aku merasa kalau komunikasiku dan hubunganku dengan teman-teman (khususnya yang di Indonesia) makin bisa terjalin dengan blogspot.

Aslinya, aku sudah punya blogspot ini cukup lama. Tapi penampilannya jelek sekali, sampai aku sendiri malas untuk buka (apalagi orang lain) bahkan hanya untuk up date.
Sedikit bercerita tentang kronologis filosofis penampilan baruku. Warna kuning, tanpa harus saya jelaskan di sini semua teman dekatku sudah tahu apa maksud warna kuning itu. Yang jelas kuning, bagiku adalah warna spirit. Dulu aku pernah sakit dan warna kuninglah yang bisa menyembuhkanku. Kemudian, sebuah kapal kuibaratkan sebagai tempatku singgah saat ini. Saat ini aku sedang berada di dalam kapal, menuju suatu tempat dan untuk kembali lagi ke tempatku semula. Di Mesir - bagiku adalah sebuah pelayaran, sebuah perjalanan yang tentu banyak mengajarkan hal-hal baru. Aku hanya menemukan ombak di pelayaran ini, di sini aku menemukan banyak wajah berbeda dengan karakter yang berbeda tentunya yang membuat aku makin dewasa. Di sini aku bertemu dengan konflik agar tujuan kapal tetap satu, kadang konflik itu membuat jenuh aku tapi kadang konflik itu membuat aku makin hati-hati dalam mengambil setiap kebijakan.
Di dalam kapal ini, aku bertemu dengan banyak makanan nikmat nan lezat. Tapi aku yakin, ibuku sudah menyediakan yang indah di rumah saat aku kembali. Maka, kalaupun aku menikmati makanan yang ada di situ. Itu hanya untuk sekedar menghilangkan rasa laparku, tidak lebih. Karena bagiku, semua hanyalah pembelajaran dalam "perjalanan ini"

Selengkapnya...

Thursday, September 28, 2006

Perjalanan (Dalam Hujan)

Belum sempurna umurku melihat kembang yang berserakan di pelataran rumah, hujan sudah mengguyur bunga itu. Aku yang basah oleh deras hujan itu untuk sejenak berhenti dan berteduh di tempat bagiku cukup aman untuk berlindung. Melihat suasana rindang dan nyaman yang kini di hadapanku membuatku tersenyum sendiri. Tak ada yang lebih indah jika dibandingkan hujan hari ini, meski aku kedinginan dan pakaianku basah kuyup aku tetap menikmati suasana ini. Kusangka hujan itu takkan berlaku lama namun dugaanku salah, sudah hampir satu jam setengah hujan itu masih tak henti banjiri sekitarku. Sampai pakaian basahku mulai lembab, mulai tak nyaman untuk kupakai. Tapi aku masih tetap tersenyum dalam suasana sore ini.

***

"Rin, apa yang paling kamu suka dalam dunia ini?" tanyaku pada Rini.

Rini adalah satu-satunya sahabatku yang paling mengerti banyak tentang aku, ia selalu tahu semua permasalahan yang mengitariku. Solusi-solusi yang ia tawarkan selalu membawa tawa dalam tangisku. Padahal aku baru mengenalnya satu tahun yang lalu, waktu yang tidak terlalu lama untuk saling mengenal, untuk saling mengerti. Tapi Rini adalah sosok yang luar biasa, sosok yang bisa menghipnotisku untuk cepat mengenal dan bercengkrama dengannya.

Rini adalah pacarku, Rini adalah kekasihku, itulah yang sering diisukan di kalangan sekolahanku, itulah yang sering dibicarakan oleh-oleh teman-teman di kelasku. Tak salah kalau isu itu menyebar dan berkembang di kalangan sekolahku, karena memang hubunganku dengan Rini begitu dekat, hampir tak ada jarak di antara aku dan Rini. Tapi semua itu salah, karena aku dan Rini tak ada apa-apa, kedekatan kami tak lebih dari hubungan persahabatan. Rini adalah sahabat curhatku yang baik, meski dia bukan pacarku namun posisi dia di hatiku melebihi seorang kekasih, meski dia bukan kekasihku namun perhatian yang ia berikan padaku melebihi apa yang pernah diberikan pacar-pacarku saat aku masih pacaran dulu. Yang jelas Rini adalah sahabat sejatiku, sahabat karibku, tak lebih.

Menjelma adalah tubuhku yang terpatung, meraup adalah kerangkaku yang terpaku, meraung adalah jiwaku yang terlunta-lunta tak berdaya. Begitu dalam rasa dari hati lalu tertumpah dan menjelma menjadi apa yang sekarang kau lihat.

"Yang paling aku suka adalah hujan," begitu jawabnya,

"Mengapa?" balasku,

"Hujan mengajarkan banyak hal tentang kesabaran, hujan menuntut kita untuk memilih. Hujan tidak pernah memaksa, dia selalu memberikan kita pilihan. Hujan selalu memberi tantangan, aku suka hal itu," jawabnya menghayati.

"Aku tak paham dengan apa yang kau maksud Rin,"

"Hujan tanpa memaksa sudah menuntut kita untuk menentukan pilihan apalagi dalam sebuah perjalanan. Kau selalu dituntut untuk berteduh atau meneruskan perjalanan, dua-duanya mempunyai resiko. Berteduh berarti waktumu akan tersita lama hanya untuk menunggu hujan reda, meneruskan perjalanan berarti kau akan kebasahan. Hujan selalu memberikan pilihan dan ia tidak pernah berkata kalau satu di antara dua pilihan itulah yang paling benar,"

"Hujan hanya berkata yakinlah kalau yang kau lakukan itulah yang terbaik bagimu," jelasnya panjang lebar.

Aku hanya termenung terkagum pada filosofi hujan yang panjang lebar dijelaskan oleh Rini, ini yang membuatku selalu termenung ketika hujan menyapaku, sejak saat itu aku tak pernah menyia-nyiakan moment hujan begitu saja. Aku selalu mencari makna apa yang kudapatkan dari hujan yang mengguyurku. Sejak saat itu, aku sering mendapat inspirasi dari hujan, tidak sedikit puisi, cerpen dan karya-karya sastra lainnya tercipta dengan tema hujan.

***

Awan beragam mengitari bumi dengan kegelapannya, dengan kesunyiannya. Matahari sudah tak tampak lagi, indah kekuningannya sudah tak tercoret lagi dalam kanvas semesta. Guratan yang tersobek oleh separuh rembulan yang memaksa hadir membuat petang berjalan dengan langkahnya yang berat. Hujan itu mulai reda, tak tarasa waktu berjalan begitu cepat di antara lukisan awannya. Meniti berat tubuh langit , berjalan lambat kaki bumi, lengan samudra, jemari sungai.

Itu dulu, Rini ada di dekatku, kini aku sudah tak lagi dekat dengannya. Dia meneruskan kuliahnya di Sudan, berita terakhir yang aku dengar dari Rini, kini dia sedang dekat dengan salah satu mahasiswa Malaysia yang juga satu angkatan dengannya di Sudan. Kadang aku bahagia akhirnya dia mau juga untuk menerima seorang Pria di hatinya. Dulu ketika dia masih dekat denganku dia selalu berucap kalau ia tidak akan menanamkan kata pacar dalam hatinya, yang ada hanya teman dekat, yang ada hanya teman akrab.

Hujan sudah mulai reda, aku bisa meneruskan perjalananku. Memang hujan selalu memberi dua pilihan, kali ini aku lebih memilih untuk berteduh dan menghabiskan waktuku untuk sejenak istirahat, karena bagiku untuk apa meneruskan perjalanan jika hujan masih mengguyur, kalau akhirnya banyak membawa kerugian.

Aku berjalan perlahan dalam suasana gelap, lagi-lagi aku teringat oleh sahabatku Rini, bagaimanapun juga dulu aku begitu dekat dengannya, tak ada jarak antara aku dan dia, tapi aku dan dia dipisahkan oleh samudra luas membentang tak kunjung menyempit hingga aku tak kuasa tuk menggapainya. Sungguh aku tak mencintainya tapi mengapa aku cemburu saat ia dekat dengan yang lain?

Adon AS

Selengkapnya...

Monday, September 25, 2006

Untuk yang memujaku...

Mungkin...
bintang terus bertanya apa maksud dari ini semua?
aku ragu
aku takut luka itu akan terkuak kembali
bertamu pada malam
membawa seonggok lampu redup
adalah hal yang pasti
adalah hal yang wajar
bahkan
adalah hal yang wajib
tapi hati-hati
lampu itu bisa padam sebelum engkau sampai tujuan

Selengkapnya...

Saturday, September 16, 2006

Sapaanku.....


Dalam perjalanan orang sering melihat banyak hal, jajanan yang nikmat, minuman yang segar, juz yang aromanya membuat siapa saja tergoda. Tapi semua itu adalah hidangan-hidangan yang akan kita jumpai dalam sebuah perjalanan, semua itu akan terasa biasa saja ketika kita selalu mengingat hidangan yang ada di rumah kita.

Namun setiap orang berbeda pendapat, ada yang merasa kalau mencicipi jajanan dalam perjalanan itu perlu, karena itu sebuah kebutuhan. Ada yang bilang kalau merasakan minuman dalam perjalanan itu wajib, karena itu sebuah kefardluan yang kalau tidak kita lakukan kita akan kehausan "Kita hausnya sekarang mengapa minumnya nanti?" Itu asumsi yang berkata kalau merasakan minuman di perjalanan adalah sebuah kefardluan. Namun ada yang berkata "Sabarlah sesaat, Ibu kita sudah menghidangkan makanan yang lezat di meja makan," dan ada juga yang berkata "Untuk apa engkau memasak masakan yang lezat sebelum kamu pergi kalau akhirnya kamu mencicipi makanan di jalanan?"
Yang jelas, makanan apapun, dan didapatkan dari manapun itu boleh kita makan. Entah yang kita beli di jalanan atau yang sudah dihidangkan oleh ibu, tapi yang jelas makanan itu tidak boleh merusak kesehatan dan tentunya menyenangkan!

(untukmu yang sedang menantiku - yang dalam perjalanan - sabar pasti aku pulang)

Selengkapnya...