Saturday, February 24, 2007

Hari VII (Berpisah untuk Bertemu di Babak yang Lain)‎


Pagi ini aku membukakan mata perlahan dan memastikan kalau sesaat lagi ‎kita akan sampai di stasion Ramses Kairo. Kulihat angka di ponselku, ‎menunjukkan angka 8, berarti masih 2 jam lagi perjalanan menuju Kairo, ‎karena dijadwalkan jam 10 kita sudah sampai di stasion Ramses.

Sekedar ‎melengkapi detik-detik perpisahan dan menunggu waktu itu, "The Gembel" ‎mengisi waktu luang dengan saling bertukar kesan selama sepekan berenam. ‎Menurutku, Agus dengan kekonyolan dan kelucuannya membuat suasana ‎hening jadi begitu ramai, Yayah dengan cerita-cerita 'porno'-nya yang ‎seharusnya disensor, Ulya sahabat baruku yang begitu loyal ini membuat ‎perut kita tidak pernah terasa lapar, Meri yang ra
jin hunting photography ‎kadang bikin kesel, sering hilang waktu jalan bareng, Fifi yang selalu jadi ‎teman terdekatku selama sepekan. Tak ada kata bosan dan jenuh untuk selalu ‎bersama. Itu semua kesan satu-satu menurutku, kalau secara keseluruhan ‎yang jelas aku nggak pernah menyesal untuk bersama mereka semua.
Ikatan ‎hati kita berenam sudah begitu menyatu, sehingga tak ada lagi rahasia. ‎Bahkan kata-kata, cerita-cerita yang seharusnya disensor itu kita ceritakan. ‎Yang jelas dari kesan-kesan semuanya. Tak ada satupun yang meninggalkan ‎cacat di antara kita berenam. Kita cuma bisa berharap suatu saat kita berenam ‎dipertemukan lagi dalam momen yang berbeda dengan suasana hati yang ‎lebih bahagia tentunya. ‎

Selengkapnya...

Hari VI (Selamat tinggal Aswan dengan Berjuta Kenangan)‎



Pagi ini kita sudah harus beres-beres barang, karena kita akan check-out jam 9 ‎pagi ini. Padahal kita baru akan kembali ke Kairo nanti jam 6 sore. Masih ada ‎beberapa agenda hari ini sebelum kita meninggalkan kota Aswan. Al-Masallah ‎al-Naqishoh mengawali rentetan perjalanan pagi ini.

Tempat ini menyimpan ‎benda yang sering kita kenal dengan sebutan Obelisk, namun di sini benda-‎benda itu dipercaya masih belum sempurna pembuatannya tapi sudah ‎hancur terlebih dahulu. Maka dari itu disebut Masallah Naqishoh. Di tempat ‎ini, hanya memakan 20 menit, waktu yang sangat singkat dibanding dengan ‎ku
njungan-kunjungan yang lain yang setidaknya menghabiskan waktu satu ‎jam setengah. Setelah dari tempat ini kita langsung menuju ke Ma'abid Philae, ‎ma'bad yang terletak di tengah-tengah Nil, menuju ke tempat itu saja harus ‎menggunakan perahu. Di sana hampir sama dengan tempat-tempat yang ‎sebelumnya sudah kita kunjungi. Tempat-tempat peribadatan Mesir Kuno, ‎zaman aliran Paganisme begitu maraknya. Setelah dari tempat itu, aku ‎menuju ke tempat yang bernama "al-Qoryah al-Nubiyyah". Lagi-lagi perjalanan ‎kita harus melintasi sungai Nil, kali ini lebih jauh. Memakan waktu dua jam ‎pulang pergi, untuk mengunjungi sebuah pedesaan yang terasingkan. ‎Padahal dipercaya bahwa keturunan Mesir yang pribumi adalah keturunan ‎Nubiyyah itulah. Pedesaan yang tidak terlalu besar, namun tidak begitu ‎tertinggal. Di desa yang begitu jauh dari pusat perkotaan masih ada warnet ‎‎(warung internet). Saluran listrikpun sudah masuk ke daerah itu. Selama ‎perjalanan, kita bisa menikmati pemandangan yang sangat-sangat alami, ‎warna hijau yang memenuhi kelopak mata membuat sejuk hati dan ‎merasakan bahwa cinta hadir lagi.
Jam 6 sore ini kita menuju stasion Aswan yang tidak begitu jauh dari hotel, ‎hanya memakan waktu 3 menit. Sembari kulangkahkan kaki ke arah kereta ‎aku terhenti sejenak untuk sedikit membalikkan kembali wajahku ke arah ‎berlawanan dan berkata dalam hati "Tempat ini begitu istimewa bagiku, kota ‎ini banyak menemaniku dalam kebah
agiaan yang berkepanjangan namun ‎kuyakin akan ada pungkasan. Tempat ini begitu istimewa bagiku, banyak ‎kenangan yang menjadikan aku bisa menumbuhkan rasa itu lagi, rasa yang ‎sudah lama kucoba untuk kukubur namun muncul lagi. Aku tak tahu siapa ‎yang salah, kalau rasa itu tumbuh lagi." ‎
‎"Sudahlah, aku tak ingin keindahan kenangan kota ini kukotori dengan rasa ‎yang abstrak itu. Biar kunikmati dan kujadikan butir-butir kenangan manis, ‎perjalanan sepekanku ini, dengan sahabat-sahabat yang luar biasa dan ‎bagaimanapun juga, setiap sesuatu ada akhirnya. Kini aku harus mengakhiri ‎kisah manis sepekan di Luxor dan Aswan."‎
‎"Aku berharap suatu saat aku bisa kembali ke tempat ini dengan kisah yang ‎lain, dengan warna yang lain, dengan rasa yang lain. Namun pulang dengan ‎senyum yang sama."‎

Selengkapnya...

Hari V (Masuk Angin, Rihlah jadi nggak Sa'idah)‎


Jadwal hari ini lebih parah, jam tiga dini hari kita semua sudah harus ‎meluncur ke tempat wisata yang dikenal dengan sebutan Abu Simbel. Waktu ‎yang terlalu pagi, udara yang terlalu dingin dan mata yang terlalu lelah tak ‎menjadikan perjalanan kali ini terkesan dipaksakan. Aku menikmati setiap ‎langkah. Tak ada yang memaksaku, semua kulakukan akan keinginanku ‎yang begitu dalam. Perjalanan direncanakan menempuh waktu 3 sampai 4 ‎jam. Dan kalau semalam kita bisa menikmati indahnya matahari saat ‎terbenam, pagi ini kita akan menunggu saat-saat matahari terbit. Lalu ‎kekuasaan apa lagi yang belum ditunjukkan oleh sang pecipta, semua begitu ‎indah.‎

Gila, kali ini perutku tiba-tiba terasa mual, kepala tak nyaman dan rasanya ‎aku sedang masuk angin, di hari yang begitu istimewa seperti ini aku harus ‎sakit. Ya, tak pernah ada yang tahu kapan datangnya musibah, musibah ‎datang tanpa permisi. Ia begitu lincah sehingga tak terdeteksi. Akhirnya ‎perjalananku ke Abu Simbel ditemani bad mood sehingga "The Gembel" harus ‎terkena imbasnya. Foto-foto aku malas, kalau bukan Fifi yang minta aku ‎kurang respon, diam lebih sering dibanding becanda seperti biasa. Ah, aku ‎tak tahu, jangan-jangan penyakit harianku selama tour kambuh lagi. Ah ‎terserah. Aku tak tahu.‎
Pulang dari tempat wisata itu, aku sedikit bisa tersenyum, meski rasanya ‎perut ini masih mual, masuk angin mungkin. Hampir tak ada kesan di Abu ‎Simbel yang membuatku ingin kembali ke tempat itu selain kisah masuk ‎angin di tempat yang begitu bersejarah. ‎
Di Aswan kegiatan tidak begitu padat berbeda ketika kita di Luxor, setelah ‎kita sampai di hotel, kita menikmati hidangan makan siang. Sekitar jam 4 ‎seharusnya ada kegiatan namun tidak bersifat wajib, yaitu naik perahu ‎mengitari sungai Nil bersama, kita memilih untuk tidak ikut acara itu karena ‎kemarin kita sudah mengitari tempat itu. Selain itu, kita juga ingin cari ‎kesempatan untuk bisa berbelanja oleh-oleh buat teman-teman yang ada di ‎Kairo. Setelah merasa cukup belanja teman-teman pulang. Tapi aku merasa ‎sangat kurang sekali, aku baru belanja beberapa souvenir untuk teman-teman ‎cewekku, sedang buat teman-teman NU aku belum beli apa-apa.‎
Malam harinya, aku kembali ke pasar yang tidak terlalu jauh dari hotel ‎Cleopatra, tepatnya ada di belakang bangunan hotel. Aku belanja sendiri, ‎dengan harapan tidak ada yang mengusik keinginanku untuk memberi 'ini' ‎ini dan memberi 'itu' itu. Malam ini "The Gembel" pisah, Fifi dan Meri santai ‎di kamarnya, Yayah dan Agus istirahat karena begitu lelah mungkin, sedang ‎Ulya jalan-jalan di pinggir Nil sendiri.‎
Akhirnya aku kembali ke kamar dengan barang belanjaan yang aku rasa lebih ‎dari cukup buat sekedar berbagi kebahagiaan dengan teman-teman yang ‎belum sempat ke tempat ini.‎

Selengkapnya...

Hari IV (Dari Luxor menuju Aswan untuk menikmati Senja)‎


Kalau kemarin aku memulai aktifitas mulai pukul 08.00 pagi, hari ini lebih ‎pagi. Pukul 06.00 pagi kita sudah harus meninggalkan Luxor untuk menuju ‎Aswan. ‎
Kencang udara pagi ini tak menghalangi kicau burung-burung mesra ‎bertaburan di langit menemani perjalanan pagi ini. Sembari berkata dalam ‎hati "Akankan aku bisa kembali lagi ke kota yang penuh dengan ribuan ‎sejarah ini?" pertanyaan itu tiba-tiba terjawab oleh senyum manisku sendiri. ‎Dan hari ini tiba-tiba aku mengingat teman-temanku di Kairo, aku rindu ‎mereka, aku ingin bercengkrama dengan mereka seperti biasa. Tapi di sisi ‎lain, aku ingin lebih lama di Luxor menikmati keindahan peradaban Mesir ‎Kuno dengan "The Gembel" yang rasanya sudah begitu 'dekat' denganku. ‎Bahkan aku bermimpi suatu saat aku akan kembali ke tempat ini dengan ‎mereka lagi.‎

Tak terasa di tengah lamunan itu, aku dikagetkan oleh suara salah satu ‎temanku kalau kita sudah sampai di Ma'bad Edfu, tempat pertam
a yang kita ‎kunjungi di kota Aswan ini. Kemudian setelah kita menghabiskan banyak ‎waktu di sana, kita meneruskan perjalanan ke Ma'bad Embu yang letaknya tak ‎begitu jauh dari Ma'bad Edfu. Setelah ke tempat-tempat tersebut, kita menuju ‎hotel Cleopatra, tempat kami tinggal selama di Aswan. ‎
Dari kualitas, jelas Cleopatra lebih berkualitas tapi Cleopatra dan Karnak ‎sama-sama berbintang tiga. Meski demikian, banyak fasilitas hotel Karnak ‎yang tak kita temukan di hotel Cleopatra. Tapi setidaknya, kita bisa ‎merebahkan tubuh di saat lelah datang tanpa permisi.‎
Sekitar jam 4 sore, "The Gembel" jalan-jalan ke Sun
gai Nil sambil menunggu ‎saat-saat terbenamnya matahari hari ini. Begitu indah ternyata, dan yang ‎takkan pernah terlupakan bahwa perahu yang kita naiki mengantarkan kita ‎melintasi dan menerpa air Nil yang seakan-akan menjadi tuhan kedua bagi ‎orang Mesir, karena hanya itu yang bisa menghidupi mereka. Matahari ‎terbenam dan rembulan muncul, dua hal yang bisa kita nikmati dalam waktu ‎yang bersamaan. Sebuah keindahan ciptaan Tuhan yang tak ada duanya. ‎Banyak kisah yang kusimpan dalam memori hatiku di senja ini, seumur ‎hidupku belum pernah aku merasa kalau senja bagiku begitu istimewa.‎
Bahkan dulu, aku pernah beranggapan bahwa senja adalah masa yang paling ‎aku benco, karena kehadirannya hanya sejenak, seakan hanya sebagai ‎pelengkap, bukan yang abadi.

Selengkapnya...

Hari III (Hari yang Begitu Padat, Buat Penat Kumat)‎


Bintang semalam sudah redup, rembulan menyapapun kian menjauh. Pagi ‎ini udara begitu dingin, kubuka jendela kamar hotelku sembari kunikmati ‎udara sejuk pagi ini. Begitu istimewa rasanya, tak seperti biasanya. Hampir ‎bisa dikatakan jarang sekali aku menikmati matahari di Kairo, setelah sholat ‎shubuh bisa jadi aku langsung tidur kembali sampai matahari sudah ‎sempurna. Namun, dalam tour kali ini tak mungkin bisa aku berlaku ‎seenaknya. Acara begitu padat dan penuh, pagi ini aku memulai aktifitas ‎sejak pukul 08.00.‎

Kulangkahkan kaki tepat pukul 09.00 ke arah lobi hotel untuk kemudian ‎menerjang pagi bertepi dan berkata "Hidup memang butuh bekal, setiap ‎langkah yang terarah menuju satu tempat yang tak setiap orang sama. Jalan ‎panjang belum t
entu memakan waktu yang lama untuk menempuhnya. Ada ‎yang hanya memakan sedikit waktu untuk menembes aral itu. Tinggal ‎bagaimana kita menjalankan peran itu."‎
Hari ini kita menuju enam tempat tujuan mulai dari Madinah Habu, kemudian ‎disambung Hatshebsut. Dan kemudian istirahat sejenak sekaligus menuai ‎sedikit ilmu tentang pembuatan patung, guji dan souvenir lainnya di Mashna' ‎Alabaster. Dan kemudian kita menuju sebuah tempat yang diberi nama Wadi ‎Muluk, di sana para Raja Mesir Kuno dan pembesarnya disemayamkan yang ‎sebelumnya tempat ini adalah kera
jaan tempat mereka memimpin pada ‎masanya. Setelah maghrib kita mengunjungi tempat yang kemarin sudah kita ‎datangi yaitu Ma'bad Karnak namun kalau kemarin kita ke tempat tersebut di ‎saat matahari masih terang, hari ini kita ke sana di saat matahari sudah akan ‎beristirahat sejenak. Di malam hari ternyata Ma'bad Karnak mengadakan ‎sebuah pagelaran seni teater tanpa lakon, sebuah drama yang menyeritakan ‎masa-masa kepemimpinan Ramses III atau yang masyhur dengan sebutan ‎Fir'aun pada zaman Mesir Kuno, acara tersebut diberi nama shut wa dlu' ‎sesuai namanya acara ini hanya bisa kita nikmati dari telinga, suara-suara ‎yang menggema dengan dukungan sorot lampu yang menyinari sebuah ‎bangunan jika ingin menceritakannnya dan dialihkan ke bangunan yang lain ‎jika cerita berubah. Arenanyapun sangat alami, semua yang ingin menikmati ‎pertunjukan ini digiring perlahan ke sebuah tempat terbuka yang sudah ‎dikhususkan agar semua yang hadir biasa mengamati seluruh sisi dari ‎Ma'bad Karnak secara sempurna, apalagi di tengah-tengah bangunan itu ada ‎sebuah kolam yang dipercaya sebagai tempat mandi para Tuhan pada masa ‎itu. Dan diberi nama al-Buhaira al-Muqaddasah. Terakhir kita berjalan ke arah ‎Mathaf Luxor (Musium Luxor), di mana di dalamnya banyak dipajang ‎miniatur-miniatur dan peninggalan sejarah yang masih terselamatkan dari ‎zaman Mesir Kuno. Selesai sudahlah perjalanan resmi tour hari ini, begitu ‎lelah. Hingga membuat penat pikiranku kumat lagi, entah faktor apa yang ‎membuat aku seperti ini. Tapi sudah dua malam ini aku merasakan hal yang ‎sama. Ada rasa yang luar baisa kencangnya yang menjadikan aku tak begitu ‎nyaman berada di sekeliling "The Gembel". Ingin sendiri rasanya, tak ada ‎yang mengganggu itu mungkin sedikit lebih baik. Aku memilih untuk ‎sendiri, kelima teman lainnya sudah pulang ke hotel untuk istirahat. Aku ‎duduk termenung dan hanya bisa diam di antara keramaian kota malam ini. ‎Dingin tak membuatku ingin segera pulang. Sejenak aku berfikir, apa ‎sebenarnya yang kulamunkan sehingga aku begitu bergejolak setiap malam. ‎Tak pernah tertebak bahkan denyut nadikupun tak pernah paham. Tapi itu ‎tak penting bagiku, karena aku hanya ingin sendiri malam ini.

Selengkapnya...

Hari II (Malam yang Begitu Dingin)‎


Hampir separuh malam sudah terlalui, kini waktu sudah menunjukkan ‎pukul 03.00 dini hari. Mata sudah mulai terasa berat untuk dipaksa ‎beraktifitas, apalagi aku sadar kalau setibaku di Luxor nanti aktifitas yang ‎begitu membludak akan menguras banyak tenaga. Sehingga bagaimanapun ‎juga aku akan berusaha memejamkan mataku. Usaha itu berhasil dan mataku ‎tertutup namun tak begitu lama, satu jam kemudian aku terbelalak kembali. ‎Tepatnya pukul 04.00 dini hari aku terjaga dengan tubuh yang luar biasa ‎menggigilnya. Tak kusangka kalau malam ini udara begitu dingin yang ‎cukup menyiksa tubuhku. Aku tak membawa banyak pakaian musim dingin. ‎Aku hanya memakai satu kaos, jaket, celana dan kaos kaki, padahal itu masih ‎kurang cukup untuk mengobati rasa dingin yang begitu menyiksa, di saat ‎aku menggigil kedinginan, Fifi yang duduk di sampingku ikut terbangun ‎dari tidurnya dan menyuruhku untuk memakai sarung atau pakaian apa saja ‎yang bisa kupakai, agar dingin yang menyiksaku bisa segera berangsur. ‎

Aku dan "the Gembel" bercerita sambil sesekali bercanda sampai tak terasa ‎kalau waktu sudah menunjukkan pukul 06.00 pagi, sedang tadi kita cuma ‎tidur satu jam. Maka kami memutuskan untuk melanjutkan istirahat. Namun ‎begitu susahnya tidur di atas kereta. Bangun, tidur, bangun, tidur. Begitu ‎terus. Sampai akhirnya waktu sudah beranjak ke angka 10.20. Aku bertanya ‎pada salah satu petugas kereta, "Kapan kereta yang begitu pelan dan lamban ‎ini akan sampai di stasion Luxor?" Orang itu hanya menjawab "Satu jam lagi ‎kereta ini akan sampai tujuan." Namun sampai melebihi waktu yang ‎dijanjikan stasion tak kunjung tampak dan menjadikan kelelahan yang begitu ‎numpuk menjadi bertambah lagi. Apalagi WC kereta sangat jorok dan kotor ‎membuat Meri yang sudah tak kuasa menahan buang air kecil harus sabar ‎sampai kita semua sampai di hotel tempat k
ami menginap.‎

Kini kami sudah sampai di hotel yang kami tuju tepat pukul dua siang, telat ‎tiga jam dari waktu yang diperkirakan. Kami tidak diberi ampun oleh panitia ‎penyelenggara, dengan kelelahan yang luar biasa kami tak diberi waktu ‎sedikitpun untuk bernafas menghirup udara segar di hotel Karnak ini. ‎Datang, merapikan barang-barang, bersih-bersih muka sekaligus sholat ‎sejenak, kemudian makan siang – sekaligus sarapan pagi – dan langsung ‎menuju tempat wisata pembuka.‎
Makanan siang ini cukup mengesankan sebagai permulaan, seperempat ‎potong ayam dengan bumbu ala mesir cukup mendongkrak perut kita yang ‎sebelumnya hanya disodori beberapa potong roti dan cokelat serta beberapa ‎jajanan lainnya.‎
Menuju wisata pertama adalah Ma'bad Karnak salah satu tempat peninggalan ‎sejarah yang masih terabadikan di kawasan wisata Luxor ini. Tempat ini ‎mengajak kami untuk sejenak tadabbur akan keindahan Tuhan dalam ‎mengabadikan sesuatu yang semestinya sudah musnah. Dan kemudian ‎setelah sekitar satu jam di sana, kami ke tempat kedua yaitu Ma'bad Luxor ‎hampir sama dengan tempat sebelumya, mungkin keistimewaan Ma'bad ‎Luxor adalah setting malam dengan lampunya yang cukup seram tapi ‎romantis itu yang menjadikan Ma'bad Luxor begitu terkesan bagi ‎pengunjungnya. Kami menghabiskan banyak memori foto di tempat ini. ‎Ratusan foto adalah saksi bahwa kami pernah menjadi bagian dalam ‎beberapa orang yang diberi kesempatan untuk bisa berkunjung ke tempat di ‎mana sejarah peradaban Mesir kuno tercatat.‎

Selengkapnya...

Hari I (Penantian yang Membosankan)‎


Mata sudah cukup lelah, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11 lebih 11 ‎menit. Duduk hanya sekedar mengendorkan kembali urat-urat tubuhku yang ‎semakin mengencang setelah cukup lama menunggu. Tepat pukul 8 malam ‎aku sampai di stasiun Ramses untuk melakukan perjalanan menuju Luxor. ‎Perjalanan ini molor setengah jam dari pukul 22.30 sampai 23.00. Namun, ‎bukan masalah yang besar bagi rombongan kami yang sudah begitu ‎menghayal keindahan-keindahan di tempat tujuan. Tak ada yang terukir ‎dalam benak "The Gembel" (aku, Fifi, Meri, Agus, Ulya dan Yayah) selain ‎asyiknya tour kali ini. Seminggu sejak tanggal 29 Januari 2007 akan menjadi ‎saksi yang tak pernah dusta akan indahnya perjalanan tanpa jemu.‎

Sudah hampir lima belas menit kita duduk di kursi masing-masing, namun ‎belum ada tanda-tanda kereta akan berangkat. Dalam hati hanya bergumam ‎tanpa mampu berucap apa-apa. Kesal namun hanya bisa menunggu. Aku ‎duduk di samping Fifi berhadapan dengan Yayah dan Meri, Agus duduk ‎berseberangan denganku, sedang Ulya jauh di depan karena kursi di sekitar ‎sudah penuh. Janggal rasanya, tapi bagaimana lagi. Ini adalah resiko karena ‎kita tidak cepat-cepat mencari kursi sejak awal. Namun sekali lagi itu ‎bukanlah persoalan yang cukup rumit yang bisa menjadikan nilai perjalanan ‎ini berkurang.‎

‎"The Gembel" adalah sebutan bagi Aku, Fifi, Meri, Agus, Ulya dan Yayah. ‎Kita berenam menamakan diri "The Gembel" dengan alasan yang perlu kami ‎sensor, karena tak layak dikonsumsi publik.‎
Tepat pukul 23.55 suara tanda kereta akan bergerak sudah terdengar. Ribuan ‎burung camar bersinggah di dalam hati, ikut menghiasi sarang yang berarti. ‎Bunga-bunga dengan wanginya yang ikut mengharumi ruang kecil dalam ‎kalbuku terasa begitu sempurna, terasa begitu ada dalam sisa nyawaku yang ‎sudah hampir setengah. Kereta berjalan perlahan dan cukup lamban, tak ‎begitu terburu nampaknya atau memang kewajiban menaati peraturan ‎bahwa kereta tersebut tidak boleh terlalu laju. Bahkan Meri sempat nyeletuk ‎‎"Jangan-jangan yang dorong kereta ini lagi capek kali ya....."‎
Banyak hiburan yang kami lakukan sambil mengisi kekosongan waktu ‎sebagai pengantar tidur malam ini, mulai dari nonton komedi Boboho sampai ‎dengan main poker. Yang jelas suasana kereta malam ini sangat tidak ‎mendukung untuk beristirahat. Fifi bingung harus bergerak bebas agar bisa ‎meletakkan kakinya secara nyaman. Aku juga tak terasa begitu ngantuk ‎hingga buku "Change" yang kubawa bisa menjadi temanku malam ini ‎sekaligus sebagai pengantar tidurku.‎

Selengkapnya...