Tuesday, November 28, 2006

Aku dan Arti Sebuah Persahabatan (Bagian I)


Hari ini secara tiba-tiba aku mengingat kembali masa laluku dengan seorang teman bernama Asrori. Dia sahabat karibku selama 6 tahun aku di pondok pesantren Mamba'us Sholihin. Banyak memori yang tak akan pernah bisa aku lupakan begitu saja. Tentang waktu yang terlewatkan, tentang kisah yang tak terhingga manisnya, hingga tangis yang tak jarang teruntai.

Hari ini aku mengingatnya kembali saat aku merasa selama 2 tahun aku di Mesir aku belum menemukan 'Asrori' baru yang bisa saling mengisi dalam kekosongan, bisa kujadikan luapan curahan kegundahanku.
Namun bukan itu yang ingin aku ceritakan di sini. Ada satu kisah menarik yang tiba-tiba membuatku mengenangnya kembali. Saat dia mengenal gadis manis yang bernama Isti (bukan nama asli), gadis yang begitu cantik dan mempesona. Tak heran jika Asrori begitu mendambanya, senyum lugunya membuat setiap mata yang memandangnya pasti terpana. Dengan berbagai cara akhirnya datanglah masa di mana Asrori benar-benar memiliki dan menjaga hati bidadari itu. Asrori menjalani kisah cintanya dengan begitu mesra, penuh senyum dan dilindungi kebahagiaan yang mendalam.
Suatu hari Asrori dan Isti mengajakku makan di sebuah restoran besar di Surabaya dalam rangka ulang tahun Isti yang ke-17. Kami duduk bertiga, bisa dikatakan ini adalah kali pertama aku bertemu dan memiliki kesempatan untuk berbicara banyak dengan Isti. Selama ini aku hanya mengenalnya dari cerita Asrori yang bilang dia itu begitulah dia itu beginilah. Tak ada yang cacat dari bidadari itu katanya. Rasa penasaran dalam hati membuat aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini begitu saja.
Aku memulai pertemuan ini dengan mengamati kedua mata Isti yang – menurutku – tidak begitu istimewa seperti yang diceritakan Asrori. Dan kubuka pembicaraan dengan menyodorkan sebuah kado ulang tahun untuk Isti sembari kuucapkan "Selamat ulang tahun ya, moga panjang umur." Ia menjawab dengan senyum manis lalu kami duduk.
Sekali lagi aku tatap matanya yang penuh keluguan yang sama sekali tak menarik bagiku, dalam hati terus bergumam "Apa ya yang dibanggakan Asrori hingga ia begitu cinta pada gadis kecil yang menurutku biasa-biasa saja." Pertanyaan itu begitu menggangguku sampai-sampai aku tak begitu menikmati pembicaraan di antara aku, Asrori dan Isti. Sampai pada akhirnya dengan tanpa sengaja aku sekedar bercanda dan nyeletuk bertanya "Kalau suatu saat Asrori jatuh cinta pada gadis lain bagaimana?" di luar dugaan ternyata jawabannya adalah air mata, Isti menangis membuatku kalang kabut dan kusambung pertanyaanku dengan ucapan "Aku cuma bercanda kok Is" namun tangis itu tak berhenti dan malah membuat Isti lari meninggalkan restoran begitu saja, raut wajah Asroripun tak begitu bersahabat dan menyusul Isti yang lari – cukup – kencang.
Malam itu juga, tepat pukul 1 dini hari aku yang sudah lumayan ngantuk terbaring di atas kasur tipisku kaget ketika tiba-tiba Asrori datang ke kamarku dengan wajah yang memerah ditambah bentakkannya yang selama 6 tahun aku mengenalnya belum pernah kutemui.
"Apa maksud ucapanmu tadi Don?" spontan aku terbangun dari baringku dan membalas pertanyaan itu dengan sedikit senyum mengejek,
"Ada yang salah As dari ucapanku tadi, perasaan aku biasa-biasa aja. Niatku juga bercanda." Sejenak hening menghantui aku dan Asrori. Namun tak kuduga Asrori menjawab dengan nada yang makin tinggi.
"Kamu harusnya ngerti dong siapa yang kamu ajak bicara, dia itu nggak bisa diajak becanda, dia tuh orangnya sensitif!!" sentakan itu dengan cepat kujawab
"Aku nggak tahu bagaimana kamu ajari dia untuk berkomunikasi, harusnya kamu ajarkan dia kosakata bercanda," sahutku.
"Maksudmu?"
"Biar dia mengerti kalau dalam hidup ini ada saatnya kita tertawa bersama, bukan hanya menangis bersama. Aku tak ingin persahabatan kita hanya rusak karena gadis yang kelewat sensitif. Aku rasa semua cewek juga sensitif tapi nggak ada yang seperti Isti. Dan asal kamu tahu kalimat yang sama sudah sering kulontarkan kepada banyak gadis dan balasannya adalah senyum bukan tangis." Asrori hanya terdiam tak menjawab
"Untuk selanjutnya terserah kamu As, kalau kamu masih menganggap omonganku silahkan, kalaupun tidak tak apa, aku rela. Aku capek, aku ingin istirahat!" pungkasku begitu saja.
"...bersambung..."

Selengkapnya...

Saturday, November 11, 2006

Permintaan Sahabatku....

Sahabat baikku berkata kalau kau mendengarkan lagu ini, ingatlah aku.... aku juga tak tahu apa maksudnya, yang jelas ia adalah sahabat terbaikku saat ini. Yang kusuka darinya adalah gaya dia berkomunikasi tak pernah membuat aku jenuh untuk selalu di dekatnya.....

Inilah lirik lagu itu ...


(Ruang Rindu)
di daun yang ikut mengalir lembut
terbawa sampai ke ujung mata
dan aku mulai takut terbawa cinta
menghirup rindu yang sesakkan dada
jalanku hampa dan kusentuh dia
terasa hangat oh didalam hati
kupegang erat dan kuhalangi waktu
tak urung jua kulihatnya pergi
tak pnah kuragu dan slalu kuingat
kerlingan matamu dan sentuhan hangat
ku saat itu mencari makna
tumbuhkan rasa yg sesakkan dada
*kau datang dan pergi oh begitu saja
smua kutrima apa adanya
mata terpejam dan hati menggumam
di ruang rindu kita bertemu
* bertemu
Bantu aku untuk memaknai apa maksud permintaannya....!!!

Selengkapnya...

Tuesday, November 07, 2006

"Selamat Datang Musim Dingin"

Udara di luar rumah begitu dingin, anginnya membuat irama-irama kencang dengan menghantam jendela kamarku, seakan memaksa masuk untuk ikut membangunkanku dari tidur lelap. Aku terjaga tepat pukul 06.15 pagi, suasana masih cukup gelap. Tak ada yang mendorongku untuk bergegas bangkit dari selimut tebalku. Aku hanya melihat sejenak layar ponselku dan memperhatikan apakah ada SMS buat aku di pagi buta ini. Ternyata tidak! Kutaruh lagi ponsel itu dan kupejamkan kembali mataku. Udara dingin pagi ini benar-benar membuat tulang sum-sumkupun harus mengenakan selimut tebal. "Musim dingin sudah tiba!" batinku.

Ya, musim dingin tahun ini sudah benar-benar tiba. Ini adalah musim dingin ketiga selama aku berada di Kairo. Sehingga seakan kulit dan tulangku sudah tak asing lagi dengan udara itu. Musim dingin pertama, kulewati di daerah pelosok namun sangat asri, Tajammu' Khomis namanya, terletak di kawasan New Cairo, sekitar 20 km dari kawasan di mana orang Indonesia banyak berdomisili. Kalau aku uraikan tentang kawasan itu, maka tak akan selesai kuceritakan keindahan tempat itu dengan berbagai macam kenangannya. Namun, yang ingin kuceritakan dan kubicarakan adalah tentang musim dingin saat ini bukan tentang Tajammu' Khomis.
Sudah banyak mahasiswa baru yang berbondong-bondong datang di Kota besar nan kumuh ini. Maka, tentu hawa dan udara seperti ini adalah asing bagi mereka. Jangankan mahasiswa baru, yang sudah bertahun-tahun di sini saja kadang mengeluh dengan udara yang sangat-sangat tidak bersahabat dengan kulit kita ini, kulit Indonesia. Banyak fenomena yang kita temukan saat musim dingin datang, suasana malas akan melanda kita. Seakan tidur adalah solusi dan satu-satunya pekerjaan yang paling tepat dikerjakan sepanjang musim dingin. Bukan hanya itu, tanpa kita sadari musim dingin akan membawa pengaruh yang besar bagi penambahan berat badan kita. Maka, bukan hanya tidur satu-satunya pekerjaan yang dikerjakan selama musim dingin, tapi makan. Sehingga kesimpulannya adalah tidur-bangun-makan-tidur-bangun-makan dan begitu seterusnya.
Lalu, apakah benar bahwa musim dingin adalah sebab itu semua? Tentu tidak, itu hanya alasan mereka yang memanfatkan kedatangan musim dingin untuk kemudian dijadikan penguat alasan mereka yang malas untuk bergerak. Kalau musim dingin adalah sebab orang tidak berbuat, maka Jepang dan negara-negara yang begitu dingin suhunya akan sepi dari aktifitas karena memang harinya tidak pernah terasa hangat. Dan sesungguhnya, dalam sebuah pekerjaan apapun dan kapanpun yang sulit adalah bagaimana kita memulai.
Dan kini aku berusaha bangkit dari selimut untuk sekedar memulai, meski sulit aku paksa. Aku memulai untuk pergi ke kampusku, dan memulai untuk menjadikan ruang kuliahku sebagai selimut siangku. Meski sulit aku paksa, karena kuyakin esok tak sesulit hari ini. Aku yakin.

Selengkapnya...