Monday, September 08, 2008

Sesuatu Terjadi di Seoul (Part 2)


Bandara Incheon, aku telah tiba di Seoul. Tak ada yang beda dari kunjunganku yang pertama dulu. Semua masih belum berubah. Kini aku dalam perjalanan menuju Shilla Hotel, tempat di mana aku akan tinggal selama beberapa hari di sini, sama seperti dulu. Lokasinya lumayan jauh dari bandara, sehingga aku masih leluasa untuk mengamati Seoul dari dalam mobil, menikmati kota Seoul yang begitu megah, tidak macet meski ia adalah kota dengan jumlah kendaraan terpadat di dunia. Aku berangan kalau aku jadi Presiden, apa yang akan kulakukan agar Jakarta bisa seperti Seoul. Ah, itu cuma angan belaka.
Tak terasa mobil yang kunaiki sudah masuk ke arah hotel Shilla, aku berusaha membubarkan lamunanku - yang tak kusangka cukup lama - sesegera mungkin. Aku langkahkan kakiku ke arah bagasi mobil dan kukeluarkan tas koperku yang tidak begitu besar, karena memang aku hanya membawa beberapa pasang pakaian untuk 3 hari dan berkas-berkas kerjasama yang tidak begitu banyak.

***
Lobi Hotel. Kami langsung memulai pembicaraan, setelah tadi siang kami istirahat meski tidak begitu panjang. Aku, Mr. Nakata sang investor dan Mr. Roshiku direktur perusahaan yang juga akan tanam saham dalam kerjasama ini. Tidak begitu berlarut, kami menyelesaikan pembicaraan ini dengan lancar. Karena sedari awal, ada kesamaan misi dan tujuan di antara kami bertiga, sehingga proses pencapaian kesepakatanpun tidak begitu lama. Aku juga tidak pernah menyangka, kalau pembicaraan kita bisa selesai secepat ini.
Untuk selanjutnya, kami bertiga menghabiskan sisa malam dengan membicarakan hal-hal lainnya, yang aku pikir jauh dari urusan bisnis. Bercanda tentang gadis negara mereka berdua masing-masing dengan segala keunikannya, khas serta daya tariknya yang sangat berbeda.
"Gadis Korea itu kalahan kalau di atas ranjang," ejek Mr. Nakata sambali tertawa terbahak-bahak.
"Biar putih tapi sipit" tambahnya.
"Daripada gadis Jepang, terlalu pendiam tak kuasa menolak, sampai diajak 'main' sama tetangga juga nggak nolak," Mr. Rosikhu membalas ejekan itu dengan tak kalah pedasnya. Sedang aku tidak ikut-ikut.
Menarik, tapi lama kelamaan aku bosan juga. Kulihat arlojiku menunjukkan angka 10.12. masih terlalu sore untuk segera ke kamar, tak ada salahnya kalau aku ke taman kota yang tak begitu jauh dari hotel. Duduk, mengamati sekitar, dan yang jelas menyaksikan lampu kota yang berbaris rapi mengelilingi taman. "Ah, kesana ah," batinku. Meninggalkan Mr. Nakata dan Mr. Rosikhu yang sedang asyik menikmati gurauan mereka. Dan kulangkahkan kakiku.
Aku, mengitari taman, tidak ada tempat duduk yang kosong. Ramai sekali taman ini. Aku berjalan terus mengikuti kehendak kaki. "Kalaupun tak dapat tempat duduk, aku akan tetap menikmati malam ini dengan mengelilingi taman sampai aku lelah," ucapku dalam hati.
Nah, akhirnya aku temukan juga kursi taman kosong. Ada seorang gadis yang duduk di sana tapi nampaknya aku bisa mengisi tempat kosong di sampingnya. Aku mendekat dan makin dekat aku makin sadar kalau gadis yang kumaksud tak lain adalah orang Indonesia sendiri, aku mengenal sekali kekhasan gadis Indonesia, sehingga langsung saja kusapa dengan bahasa Indonesia, tak perlu bahasa Inggris pikirku.
"Maaf boleh duduk di sebelah, mbak?" sapaku to the point.
"Silahkan," jawabnya. Sudah kuduga, ia pasti gadis Indonesia. Tapi,
"Permisi," sambungku sambil duduk di sampingnya.
Gadis itu menoleh ke arahku sambil membalas sapaanku dengan senyum tipisnya.
Ketika ia menoleh ke arahku, betapa kagetnya aku ketika tahu kalau ia adalah…
"Rasya?" berusaha meyakinkan, kutanya langsung padanya.
Ia mengangguk mengiyakan dengan wajah kaget dan keheranan juga tentunya.
"Ayal?" aku makin bingung karena ia masih mengingatku

Bersambung...


0 komentar: